Aku menghabiskan akhir tahunku di Jogja. Aku tidak merencakan perjalanan kali ini sebelumnya. Hanya ke-random-an ku sudah lama tidak ke Jogja karena adanya pandemi covid-19. Aku berangkat menggunakan bus dari Terminal Jatijajar, Depok. Harga tiketnya 160 ribu rupiah sudah dapat makan malam satu kali. Alasan aku memilih menggunakan Bus adalah karena tidak perlu swab. Hehe. Walaupun perjalanan akan lebih lama daripada menggunakan kereta atau pesawat. Bus berangkat pukul lima sore. Aku memilih kursi paling depan dekat dengan pintu supaya aku bisa melihat pemandangan jalan dari kaca depan. Bus ini berbeda dari bus-bus sebelumnya yang pernah aku naiki. Kursinya terdiri dari 3 baris. Jadi ada dua jalur. Duduknya sendiri-sendiri. Mungkin bus ini menyesuaikan keadaan saat pandemi. Hehe. Tetesan air turun dari langit yang berwarna kelabu. Ini pertama kalinya aku berangkat ke jogja untuk mengunjungi saudara tanpa Bapak dan Ibu.
Sekitar pukul 9 malam, bus tiba di Subang dan kemudian menepi ke sebuah rest area yang terdapat restauran. Aku mencari toilet dan mushola. Setelah itu aku mengantri untuk mengambil makan malam. Menu yang disediakan terdiri dari nasi putih, sayur kol, ayam goreng, lalapan dan air teh manis hangat. Cuaca lumayan dingin karena turun hujan juga. Aku tidak terlalu nafsu makan, aku meminta porsi nasinya setengah. Lalu aku mencari meja untuk makan. Setelah selesai, aku kembali ke bus dan bus melanjutkan perjalanan. Aku tertidur.
Tepat ketika adzan subuh, aku tiba di tempat transit Pool Bus Kutoarjo. Aku kemudian turun dan mencari mushola untuk salat subuh. Ketika selesai salat, aku berpindah bus. Barang-barang dipindahkan dibantu oleh Kondektur. Sekitar pukul 6 pagi aku tiba di Pedes, ini bukan rasa makanan. Tetapi nama daerah di Jogja. Hehe. Aku menunggu Lik (sebutan Om dalam bahasa jawa) menjemputku.
Begitu sampai di rumah Lik, aku disambut Bulik (Sebutan Tante dalam bahasa Jawa). Aku kemudian membersihkan diri lalu sarapan. Sepupu-sepupuku sedang libur kuliah dan sekolah. Aku mengobrol dengan mereka. Semenjak pandemi Covid 19 yang mengharuskan mereka sekolah dan kuliah dari rumah, terbitlah generasi mager-an. Hehe.
Aku kemudian bersepeda menyusuri jalan aspal di pinggir sawah, mengelilingi kampung. Kulihat bebearapa petani sedang menggarap sawahnya. Jogja adalah kota yang sangat familiar untukku. Kota yang akan selalu aku rindukan. Sepanjang mata memandang terlihat hamparan sawah, semilir angin yang membelai kerudungku, udara sejuk yang kuhirup, senyum ramah yang menyapa dan hal-hal lain yang tidak aku dapatkan ketika aku berada di Jakarta.
Aku berhenti di Pasar Tradisional. Jajanan di sini murah-murah, enak dan mengenyangkan. Aku jajan makanan tradisional. Jalanan yang kulalui sudah semakin bagus dan ada sebuah masjid besar dan bagus yang masih dalam pembangunan.
Aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk mengunjungi saudara-saudara dan Mbah-mbah (Mbah adalah sebutan untuk Nenek dalam bahasa Jawa) di sini. Beberapa sudah meninggal. Tangan yang menggenggam tanganku semakin keriput, tubuh yang memelukku semakin ringkih, rambutnya kian memutih. Aku yang semakin dewasa dan mereka yang semakin menua.
Hal yang selalu aku suka di sini adalah kesederhanaan. Hidup memaksamu untuk menjadi kuat apapun kondisi yang sedang dialami. Manusia selalu merasa kurang, padahal Allah selalu memberi kecukupan. Banyak hal yang seharusnya disyukuri. Banyak di sekeliling kita yang masih kekurangan.
3 hari aku menghabiskan waktuku di Jogja. Aku kembali pulang dengan menaiki bus dari Terminal Jombor. Aku menaiki bus tambahan karena semua bus yang menuju ke Jakarta sudah terisi penuh dan tidak ada alternatif kendaraan lain karena sudah penuh juga. Bus berangkat pukul 4 lewat 15 sore. Harga busnya 230 ribu dan tidak mendapat makan malam karena ini bus tambahan. Aku diantar oleh Lik dan sepupuku ke Terminal. Aku membawa sekitar lima 'tentengan' sementara tanganku cuma dua. Sampai cabai panen di sawah Lik, aku dibawain juga. Hehe. Tradisi orang jawa memang seperti itu. Membawa 'tentengan' ketika pulang itu wajib. Hehe.
Aku berkenalan dengan teman baru di Bus yang duduk di sebelahku. Dia tinggal di Bekasi dan bekerja di daerah Cikarang. Dia harus masuk pukul 7 pagi esok harinya. Dia agak was-was takut terlambat. Dia pernah kuliah di Jogja dan dia menghabiskan tahun barunya dengan teman-temannya semasa kuliah dulu. Ketika aku bertanya kenapa dia memilih kuliah di Jogja? dia bilang, kuliah di Jogja bisa meringkankan orang tuanya. Biaya hidup di Jogja termasuk murah untuk UMR Jakarta. Lalu kami melanjutkan dengan mengobrol hal-hal random lainnya.
Bus berhenti di Cikarang sekitar pukul 6 lewat 20 menit. Aku berpisah dengan teman seperjalan. Semoga dia tidak terlambat sampai di tempat kerjanya. Aku tiba di Juanda Depok pukul setengah delapan pagi. Aku meminta sepupuku menjemputku karena barang bawaan yang lumayan banyak. Hehe.
Mungkin segitu aja cerita akhir tahunku di Jogja. Kalau kamu menghabiskan akhir tahun kemana? semoga ada yang bisa diambil manfaatnya. Hehe.