Kalian pernah gak sih merasa bersalah kalau terlalu banyak waktu luang tapi kalian merasa tidak mempergunakannya dengan baik? sayang aja gitu kalau waktu terlewatkan hanya untuk digunakan rebahan, scrolling sosmed, nonton netflix dan kegiatan-kegiatan yang dirasa sia-sia. Aku sering merasa seperti itu semenjak WFH (Work From Home) dua tahun belakangan ini. Kegiatanku lebih banyak dihabiskan di rumah. Dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Yang ada di pikiranku setiap hari adalah "Habis ini ngapain lagi ya?" mencari-cari kegiatan yang menurut aku kegiatan itu adalah "produktif" seperti aku bikin konten di sosial media, aku ambil pekerjaan freelance di luar jam kerja, aku belajar hal-hal baru untuk upgrade skill. Semua berulang setiap hari. Setelah aku browsing dan mencari tahu, aku rasa, aku terjebak dalam toxic productivity.
Menurut Dr. Julie Smith - seorang psikolog klinis dari Hampshire, Inggris -, toxic productivity adalah sebuah obsesi untuk mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal. Ada keinginan tidak normal untuk menjadi produktif setiap saat. Bisa dibilang "overworking" atau "workaholic". Padahal sesuatu yang berlebihan bisa berdampak buruk, bukan menjadi lebih baik.
Aku tersadar bahwa aku terjebak dalam toxic productivity ketika aku sakit seminggu yang lalu. Aku memforsir diriku. Setelah di waktu weeekend aku membersihkan rumah dari pagi hingga sore, empat hari berikutnya aku begadang menyelesaikan pekerjaan secara terus menerus. Padahal pekerjaan itu masih bisa dikerjakan keesokan harinya. Tetapi, ntah mengapa aku merasa bersalah dan tidak bisa tidur kalau tidak bisa menyelesaikannya hari itu juga. Selama sakit, aku hanya terbaring. Aku berusaha memaksimalkan waktu istirahat. Aku menahan diri dari keinginan untuk melakukan kegiatan lain. Pertama-tama aku merasa bersalah. Tapi, aku berusaha meyakinkan diriku bahwa tidak apa-apa untuk beristirahat sebentar. Mungkin dengan sakitku ini, Allah ingin aku supaya beristirahat. Aku bahkan mengurangi intensitasku dari memegang gadget. Membuka chat yang sekiranya perlu cepat aku balas dan aku juga tidak membuka social media. Yang aku pikirkan saat itu adalah aku ingin sehat kembali. Mungkin aku terlalu dzalim pada diriku sendiri. Butuh 10 hari untuk recovery tubuhku. Aku mengalami burnout atau stres berat yang berdampak pada kesehatan baik mental maupun fisik.
Jadi, setelah tubuhku sehat kembali, aku tersadar agar tidak terjebak dalam toxic productivity lagi, aku membuat batasan-batasan pada diriku seperti harus tidur cukup selama 8 jam, mengobrol face to face dengan anggota keluarga di jam sekian sampai jam sekian, membuat prioritas kegiatan yang dilakukan, tidak apa-apa jika ada satu hari dalam seminggu rebahan atau bermalas-malasan untuk charge energi kembali menghadapi hari berikutnya. Tidak memaksakan diri jika memang dirasa tubuh dan pikiran sudah merasa lelah.
Pada akhirnya, produktivitas yang baik adalah produktivitas yang memberimu waktu untuk
beristirahat, dan pada saat yang bersamaan, mendorong kamu untuk mencapai
tujuan dengan cara yang sehat. Semoga bermanfaat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanda Anda Terjebak Toxic Productivity", Klik untuk baca: https://health.kompas.com/read/2021/10/13/050000468/tanda-anda-terjebak-toxic-productivity?page=all.
Penulis : Ariska Puspita Anggraini
Editor : Ariska Puspita Anggraini
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanda Anda Terjebak Toxic Productivity", Klik untuk baca: https://health.kompas.com/read/2021/10/13/050000468/tanda-anda-terjebak-toxic-productivity?page=all.
Penulis : Ariska Puspita Anggraini
Editor : Ariska Puspita Anggraini
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L