Buat anak kelahiran 90-an, ketika sekolah mengalami UN (Ujian Nasional) kan? rasanya capek banget jadi pelajar. Haha. Belajar setiap hari, ke sekolah berangkat pagi pulang sore, mengerjakan PR yang soalnya beda banget sama contoh soal lalu pergi ke tempat les belajar lagi. Semua dilakukan supaya bisa lulus kalau bisa dengan nilai yang baik. Lalu setelah melewati UN, masih ada tes-tes untuk ujian masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Saingannya dari Sabang sampai Merauke. Gagal tes, coba lagi, lagi dan lagi. Setelah masuk PTN, masih harus berkutat dengan tugas2 kuliah. Syarat kelulusan adalah bikin tugas akhir atau skripsi. Masuk susah keluar susah pokoknya. Haha. Ketika masih pelajar rasanya pengen cepet-cepet kerja. Biarpun rasanya capek tapi ketika bekerja kan mendapatkan gaji. Hehe.
Setelah lulus dari dunia pendidikan, jalur hidup mainstream adalah mencari kerja. Wah enak nih gak usah ngerjain PR, gak ketemu Guru killer, gak ketemu pelajaran yang pake rumus-rumus, gak perlu panas-panasan upacara, pulang sekolah gak perlu bimbel dan beban berat sebagai pelajar lainnya. Tapi ternyata dunia kerja tidak menyelesaikan "rasa capek" ketika menjadi pelajar. Ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Haha.
Saat aku masih menjadi pelajar dan mahasiswi, sebenernya aku juga sambil bekerja. Ketika SMA aku pernah menjadi reporter di warta kota dan ketika kuliah aku mengajar private. Tetapi hal itu berbeda sekali dengan bekerja sebagai karyawan kantoran dengan usia yang lebih matang. Mungkin terlihat keren dengan kemeja rapih, jalan sambil menelepon, sok sibuk dengan meeting, mendapat gaji tetap setiap bulan, kerjanya di depan laptop, di gedung tinggi, gak kepanasan, dan lain-lain. Tetapi di balik semua itu ada culture shock yang mewarnai hari-hari. Haha.
Aku pernah intenship dan bekerja di beberapa perusahaan, berikut beberapa culture shock yang aku alami yang mungkin juga kalian alami. Ini berdasarkan pengalaman dan opiniku ya.
1. Senioritas
Senioritas ketika sekolah juga ada sih. Di dunia kerja yang aku rasakan lebih kepada orang yang lebih dulu atau lebih lama bekerja di perusahaan dengan jabatan yang sudah level di atas kita dan tentunya lebih berkuasa, lebih tahu segalanya, merasa paling benar, tidak mau menerima kritik dan saran, gila hormat, membutuhkan pengakuan dan bisa jadi mengakui pekerjaan orang lain. Mengakui pekerjaan orang lain di sini misalnya ketika si A yang sudah senior ini diperintahkan dengan orang yang levelnya berada di atasnya ini melempar pekerjaannya lagi kepada si B yang berada dalam satu teamnya dan levelnya berada di bawahnya. Lalu ketika pekerjaan yang diperintahkan telah di selesaikan si B, saat si A memberikan hasil pekerjaan kepada orang yang levelnya berada di atasnya, si A ini mengaku kalau pekerjaan ini dia yang mengerjakannya. Ada juga senior yang hobinya main game dan malas-malasan. Hehe. Juniornya yang diminta menyelesaikan tugas kerja rodi.
2. Yang rajin dan pintar adalah yang bekerja lebih keras
Kalau di sekolah anak yang pintar dan rajin adalah yang ngasih contekan dan juara kelas, kalau di dunia kerja hati-hati bisa jadi "dimanfaatkan". Kamu punya banyak skill? kamu bisa multitasking? Kamu cepat dalam mengesekusi sesuatu? Siap-siap kamu yang akan lebih sering menghabiskan waktumu untuk lembur dan di pingpong sana sini karena yang rajin apalagi ditambah pintar yang akan lebih bekerja keras dan menjadi andalan supaya pekerjaan cepat selesai daripada meminta tolong rekan kerja yang lain dan lebih lama menyelesaikan pekerjaannya bikin gemes. Hehe.
3. Semua benda di kantor bisa berbicara
Semua benda mati di kantor seperti tembok, pintu, kursi, pulpen serasa punya mata, punya telinga, punya mulut. Jadi hati-hati kalau mau cerita apapun ke siapapun orang di kantor karena ketika kamu cerita ke satu orang, cerita kamu bisa menyebar saat itu juga ke seluruh kantor bahkan walaupun kamu belum cerita udah kesebar itu cerita saking horornya. Jadi, menurut aku paling bener kerja, ambil gaji lalu pulang. Hehe. Sangat hati-hati dalam mencari teman di lingkungan kantor.
4. Jangan terlalu menunjukan kemampuan kamu di luar bidang pekerjaan kamu
Wah selain kamu bisa desain, kamu bisa edit video juga? bisa bikin ilustrasi juga? bisa bikin denah gedung juga? bisa hitung pajak juga? bisa bikin business plan juga? tolong bantuin kerjain ini dong, itu dong, ini juga tolong dicek ya. Bisa lah nanti sore udah jadi. Hehe. Kalau kamu terlalu menunjukan kemampuan kamu di luar bidang perkerjaanmu, siap-siap sekali seseorang minta tolong, akan menjadi habit dan itu secara tidak langsung akan menjadi jobdes kamu. Hehe. Jangan terlalu inisiatif juga karena nanti bisa dapet kerjaan lebih banyak dan jangan terlalu berharap mendapat appericate.
5. Status Cuti tapi harus standby
Dulu ketika status masih pelajar atau mahasiswa, libur ya benar-benar libur. Dalam artian kita bebas sementara dari PR, tugas kuliah dan kepusingan lainnya sebagai pelajar sampai nanti waktu libur selesai dan memulai semester baru. Di dunia kerja, kita bekerja dari hari senin sampai jumat, hari sabtu dan minggu libur. Ini tergantung kebijakan kantor masing-masing ya. Kita memiliki hak cuti tahunan. Biasanya 12 kali dalam setahun yang bisa kita gunakan kapan saja selama setahun itu. Ini di luar cuti hamil dan melahirkan untuk perempuan, cuti menikah dan lainnya. Tetapi sayangnya ketika di dunia kerja, cuti ini tidak benar-benar kita terbebas dari kerjaan. Kita masih harus standby paling tidak melalui chat jika ada yang harus ditanyakan oleh rekan kerja atau yang lebih menakutkan dikerjakan saat itu juga dan itu adalah project atau pekerjaan yang sedang kita handle sehari-hari. Apa itu cuti, tanggal merah, weekend? kalendar serasa hitam semua. Hehe.
Mungkin segitu aja culture shock yang aku alami selama di dunia kerja. Kalau kalian apa saja nih? yuk sharing di kolom komentar. Hehe.