Badminton adalah salah satu olahraga yang aku suka. Ayahku sudah mengenalkannya sejak kecil. Kami sering bermain dan menonton pertandingan bersama. Kami hanya bermain fun tanpa menggunakan teknik-tekniknya. Ketika SMA, aku pun mengikuti eskul badminton di Sekolah. Walaupun aku menyukai olahraga ini, tetapi aku tidak berambisi untuk ikut kompetisi. Setelah lulus SMA, aku sibuk dengan tugas-tugas dan kegiatan organisasiku di Kampus sehingga tidak pernah lagi bermain badminton. Lalu aku beralih ke beberapa cabang olahraga lain seperti lari, basket, sepeda, sepatu roda, berkuda dan memanah. Setelah pandemi, aku baru memulai bermain badminton lagi bersama teman-teman yang merupakan tetanggaku juga. Pada saat itu, raket pun aku tak ada. Haha. Raket lamaku ntah kemana. Akhirnya aku membeli raket karena gak enak juga kan kalau harus pinjam ke teman.
Photo by Pexels |
Awal bermain lagi rasanya kaku banget dan ngos-ngosan mengejar bola. Walaupun begitu, rasanya senang sekali setelah bermain dan olahraga ini bikin candu. Pulang kerja pun main kalau ada teman mainnya. Bermain single selama dua jam pun kuat. Seiring berjalannya waktu, teman-teman mainku berguguran. Sulit sekali mencari teman bermain sedangkan badminton minimal dimainkan oleh dua orang. Haha. Aku browsing mencari komunitas atau aplikasi yang bisa mencari teman bermain. Pada saat itu ada aplikasi namanya Rovo yang memungkinkan kita untuk menemukan teman untuk melakukan olahrga bersama. Setelah aku install, ternyata lokasinya kebanyakan jauh dari rumah. Kemudian aku iseng mencarinya di aplikasi telegram, ternyata ada satu komunitas namanya Badminton Kuy yang membuka mabar (main bareng) di Gor Kukusan Depok dan juga di daerah lainnya seperti Jakarta, Bekasi dan Tangerang. Tanpa kenal siapapun, aku datang sendiri ke sana. Seru sekali bermain bersama dan berkenalan dengan orang-orang baru.
Di Gor Kukusan, ada standing banner yang memberi informasi bahwa booking lapangan bisa lewat Aplikasi Ayo Indonesia. Biasanya hanya lewat WhatsApp saja. Ternyata di aplikasi itu bisa menemukan teman main bareng juga. Wah jadi makin semangat. Aku datang ke mabar yang diadakan komunitas atau PB lain Di Depok. Aku menemukan berbagai macam level permainan orang lain dimulai dari beginner, intermediate, advance hingga pro. Bertemu dengan lawan yang skill-nya sangat-sangat jauh di atas aku dan sering dibantai juga di lapangan membuat aku jadi makin semangat buat upgrade skill. Sehingga aku mencari-cari les badminton. Tapi ternyata club-club membukanya hanya untuk anak-anak. Setelah aku browsing lagi, ada Coach yang membuka untuk kelas private untuk dewasa. Aku segera menghubunginya dan berminat mengikuti kelasnya.
Untuk harga private class-nya sebulan 4 kali pertemuan selama 2 jam sekitar 1,8 jt sudah termasuk fee coach, sewa lapangan, shuttlecock dan asisten Coach yang membantu membereskan bola. Awal latihan aku diajarkan cara memegang raket yang benar, footwork dan juga shadow pukulan. Footwork memudahkan kita melangkah saat mengambil bola di lapangan. Sehingga tidak perlu berlari dan meminmalisir cedera juga. Sebelum menggunakan bola, aku diajarkan untuk melakukan pukuan tanpa bola dimulai dari cara pukulan lob, netting, drive, smash, placing, dll. Setelah sesi latihan pun ada sesi latihan fisik beberapa menit terakhir seperti sprint, jumping jack, sit up, dll. Sangat menguras tenaga. Haha.
Aku private selama 4 bulan. Selama ikut kelas private, di hari-hari lain aku juga ikut mabar di berbagai komunitas, mengaplikasikan ilmu yang sudah diajarkan oleh Coach. Aku juga jadi mempelajari jenis-jenis raket, tarikan senar, jenis senar yang membuatku nyaman dan untuk mendukung permainanku. Aku mulai bisa menyeimbangkan lawan-lawan yang tadinya skill-nya di atasku. Makin lama makin candu. Dalam seminggu aku bisa bermain 3 sampai 4 kali. Sekali bayar mabar bisa 30-40 ribuan. Jatah buat tabungan jadi makin berkurang. Haha.
Selama bermain badminton aku sudah beberapa kali cedera juga. Mungkin karena lelah kebanyakan main tapi masih dipaksa juga fisiknya. Haha. Bagian tubuh yang sudah kena antara lain Ankle kaki kanan dan kiri, Lutut kaki kanan dan kiri, tangan kanan. Haha. Tapi yang paling parah lutut kanan bisa sampai 3 bulanan sembuhnya. Jadi sekarang kalau main selalu pakai ankle support, knee support, elbow wrap dan wristband.
Membeli aksesoris badminton juga bikin candu. Raket high end, senar yang bunyinya bisa ting-ting-ting, tas, sepatu, handuk, dll. Selain itu perlengkapan P3K juga makin banyak seperti pain killer spray, kinesio tap, wrist dan juga finger tape. Hehe.
Sekarang aku malah jadi berambisi pada olahraga ini dengan ikut sparing atau turnamen yang diadakan dalam skala kecil untuk melatih mental dan menguji skill. Hehe. Sekian tulisanku kali ini. Semoga bermanfaat :)